24 Oktober 2010

Road to kampung Narawita

dijual tanah dengan luas 18 ha di narawita di cicalengka bandung Jawa Barat @m 45.000 berminat ? hub ghoustan di 085646538065 masih bisa nego loh


Walau susana kampus lagi UTS saya menyempatkan bertemu dengan pak Budi Fathony mantan dosen S1 saya di ITN Malang, beliau berencana mengambil studi lanjutan S3 di ITB, selain itu pak budi juga mempunyai kepentingan lain yaitu menjual tanah di dusun narwita Cicalengka, pada hari minggu pukul 8 pagi kami berangkat, memerlukan 3 jam perjalanan, desa Narawita di kecamatan Cicalengka Bandung Jawa Barat, Bertolak selama 3 jam perjalanan ke arah timur Bandung.

hampir di tiap sudut desa memiliki saung untuk industri batu bata.

pertama kali sampai di dusun ini saya heran dusun ini merupakan daerah penghasil batu bata, tapi kenapa penduduk sekitar memilih mendirikan rumah dengan kayu dan pondasi umpak, sepertinya memang pada dusun ini masih sedikit memiliki toleransi terhadap kearifan lokal berberapa rumah menggunakan kayu dan bambu sebagai material utama dari rumah mereka, walau tidak ada pengaturan dan norma-norma sosial dan preservasi budaya secara ekstrem seperti kampung naga, tetapi desa ini memiliki sedikit apresiasi nilai kearifan lokal.


nisan-nisan batu yang terdapat di halaman rumah penduduk desa

ketika menelusuri salah satu rumah ..oh nama ibu yang punya rumah adalah Bu Eis..saya sangat terkejut ketika mendapati hampir di tiap halaman rumah di desa ini terdapat nisan-nisan batu yang tersusun rapi, awalnya saya tidak menyadari ini adalah kuburan dari tiap anggota keluarga mereka, saya penasaran dan akhirnya bertanya pada Bu Eis, Bu Eis bilang memang sebagian besar masyarakat mengubur keluarga di halaman rumah, hal ini dikarenakan tidak ada tanah wakaf desa....hmmm

potensi besar ada di desa ini selain memiliki view yang menarik, dingin dan untuk peluang usaha sangat menjanjikan sekali dimana tanah dari desa ini mengandung tanah liat untuk usaha batu bata dan bahan keramik. ketika kami pulang Pak Budi menyempatkan membawa sampel tanah untuk di teliti, menurut beliau tanah di kampung ini sangat berpotensi sebagai bahan dasar pembuatan keramik.

02 Oktober 2010

Road to Kampung Naga


dari kiri- kanan (Dwi Danu H, saya (mangap..), Firman Fadly, Wasiska , dan Putri Herlia.)


<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE Whoollaa...akhirna hari sabtu tiba, senang sekali rasanya, kali ini mahasiswa s2 arsitektur bimbingan Bambang Setia Budi, ST. MT. Dr.Eng di beri kesempatan dan kepercayaan untuk menemani survei mahasiswa s1 tingkat 2 untuk matakuliah Arsitektur Nusantara di Kampung Naga, ada 10 kelompok dimana tiap kelompok nya terdiri dari 10 mahasiswa s1 dengan mahasiswa s2 sebagai penanggung jawabnya, setiap kelompok memiliki kewajiban untuk mengukur, re-drawing, noting, pendataan data-data berkaitan tipologi bangunan yang ada di kampung naga, kelompok kami mendapat obyek saung lisung dan lied, merupakan lumbung padi setempat dan tempat penumbukan padi. Setidaknya ada 10 kelompok dengan obyek yang berbeda.pukul 6:00 pagi dilakukan briefing di gerbang depan kampus ganesha, 2 bus telah tersedia dengan kapasitas 120 orang ada sekitar ± 100 mahasiswa s1 dan selebihnya dosen pembimbing dan kelompok mahasiswa s2. Dan seperti adat manusia indonesia molor juga 1 jam, hehehehe...pukul 7.30 barulah bus berangkat menuju kampung naga, ini baru pertama bagi saya berkunjung di kampung naga, saya kebagian tempat duduk di paling depan di sebelah kiri sopir untunglah saya duduk tidak sendirian bersebelahan dengan bapak Arif Sarwo Wibowo, ST, MT, Dr.Ing selaku dosen Arsitektur Nusantara,

Pada pukul 09:30 barulah kami sampai di kampung naga, sekilas mengenai kampung ini, Secara administratif Kampung Naga termasuk kampung Legok Dage Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. kampung naga merupakan Kampung dengan kultur masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan Ieluhumya, dengan batasan luasan 4 ha, tanah yang berkontur dan subur, dengan 113 bangunan terdiri dari 110 rumah tinggal, satu masjid, 1 bale patemon, leuid dan saung lisung. Uniknya bangunan ini tidak diperbolehkan bertambah dalam artian tidak diperbolehkan penambahan bangunan tinggal. Masyarakat Kampung Naga hidup pada suatu tatanan yang dikondisikan dalam suasana kesahajaan dan lingkungan kearifan tradisional yang lekat. Mempercayai mitos-mitos yang tabu dan larangan bagi masyarakatnya, menurut kuncen pak Cahyan larangan itu adalah masyarakat kampung ini dilarang menceritakan sejarah kampung naga di hari selasa, rabu dan sabtu, dan sayangnya survei ini hari sabtu T.T. selain itu ada 3 tempat terlarang di kunjungi yaitu :
  1. Hutan larangan (timur)
  2. Hutan keramat (barat) merupakan makam leluhur.
  3. Bumi ageng yang dipagari bambu dan terkesan menyeramkan hee...heee...

Setelah penyambutan dan pembekalan di Bale Patemon oleh 3 guide dan kuncen, lalu kami makan siang dan ibadah sholat Duhur di masjid yang terletak tepat bersebelahan di Bale Patemon. Kelompok dibagi berdasarkan obyek bagian masing-masing, bukan hal yang mudah untuk memandu 10 mahasiswa S1 untuk pengerjaan tugas pendataan tipologi bangunan, ada 8 bangunan saung lisung dan 1 lieud Yang harus di data. Dan semua bangunan itu tesebar di 4 ha kampung naga, untungnya ada guide yang membantu menunjukanya, Dammit...Celaka.. Digicam saya tiba-tiba mati, banyak sekali obyek-obyek yang sangat menarik untuk di foto dan belum sempat bernarsis-narsis foto ria, well untungnya ada bang Hamdiel yang bawa SLR wahahaha numpang narsis bang,

Selepas Ashar setelah diaakan briefing penutup kami pulang, ketika bus kami beranjak naik meninggalkan kampung naga ada suatu yang mengganggu sekali di benak saya ” hal ini jauh dari yang saya bayangkan, saya membayangkan suasana sebuah kampung dengan atmosphere kampung pedalaman Sunda, masyarakat penuh berpakaian adat, aktifitas sosial yang sakral, tetapi saya masih melihat masyarakat menggunakan ponsel ? , minyak tanah, berpakaian layak masyarakat di luar kampung naga, dan yang membuat saya geli ada juga ya penjual bakso tahu ???..sehingga saya melihat kampung naga tak lebih dari desa wisata, yang dihuni masyarakat yang mencoba usaha selfpreservation terhadap adat dan kultur sosialnya, tetapi kenapa terkontaminasi modernitas.




view dari atas memasuki kampung naga