03 Juni 2011

Road to Yogyakarta

pariwisata mampu mempengaruhi sebuah kawasan dalam lingkup kota untuk merubah tipologi dan citranya, tipologi dan citra disini dapat dilihat bukan dari visual saja melainkan segi non visual seperti sosial kemasyarakatan, lifestyle, maupun adanya kultur baru yang berubah atau merubah, citra budaya dapat seketika luntur dan berubah dengan adanya perubahan gaya hidup kawasan akan adanya pariwisata, banyak sekali contoh kawasan di indonesia yang berubah fungsi dan tipologi bangunan asli kawasan tersebut sehingga mengahadirkan citra atau image baru karena pariwisata, sebut saja kota Yogyakarta, merupakan kota budaya dan kota pelajar di indonesia, jl. Dagen, Sosro Wijayan, Prawirotaman merupakan 3 kawasan yang dapat dikatakan kawasan yang berubah secara tipologi dan citra kawasan karena pariwisata.

Minggu 29 mei-1 juni saya berkesempatan mengunjungi Yogyakarta menghadiri seminar di Atmajaya, bersama 5 rekan saya, Monike Kusna, Danu D.H, Irma.S, dan Puspita D kami bertolak dari bandung pukul 07.00 pgi, tentunya tidak cuma jalan-jalan saja, kami menyempatkan survei ke 3 kampung antara lain Dagen, Sosrowijayan, dan Prawirotaman yang yang sengaja dipilih sebagai tempat menginap.
kiri ke kanan (danu D.H, Monike K, saya (mangap), Puspita D, dan Irma (foto))

survei dan seminar
ini merupakan rangkaian kegiatan publikasi dari penelitian utama yaitu Hunian Tradisional dan Pariwisata: Transformasi Tipo-morfologi di Bali dan Betawi , dan didanai oleh SAPPK ITB, KK PP. tentunya kita tidak menginginkan pulang dari yogyakarta hanya membawa tentengan tas belanja saja kan? (walau saya tidak belanja ...hehehehe), paling tidak dapat bahan buat nulis blog atau sekedar bahan penelitian kalo nantinya bisa di teruskan (amien..).
dari tiga kampung tersenut terlihat perbedaan yang sangat significant dari citra, suasana dan

Sastrowijayan (Sarkem dan sekitarnya..)
ketika mendengar kata sarkem tentunya tidaklah asing di telinga kita, singkatan pasar kembang, sebenarnya merupakan salah satu bagian dari Sastrowijayan dimana di identikan dengan layanan seks komersial (hehehehe), keunikan kampung sosrowijayan adalah dari pemandangan sosio kultur yang cukup kontras dimana membaurnya penduduk sekitar dengan wisatawan asing dari seluruh penjuru dunia, berberapa hunian di kampung ini di sulap menjadi losmen murah meriah, indekos, motel, kafe, wartel, gerai batik, gerai jajanan khas Yogya maupun layanan-layanan lain, aura multiple culture dapat dirasakan disini, dimana banyak sekali akulturasi budaya sekitar dengan budaya asing. plakat-plakat petunjuk arah maupun baliho reklame dengan 2 bahasa, dimana memungkinkan wisatawan asing singgah dan menarik wisatawan. secara sekilas sosrowijayan sama dengan gang-gang kecil di di berberapa kota di indonesia, tetapi bila diamati lebih seksama nilai kultur dan sosial lebih terasa disini, apalagi bila menjelang malam hari, sosrowijayan tak ubahnya hiruk pikuk kota kecil yang tidak pernah sepi, semakin malam semakin ramai dengan kultur budaya yang bervariasi.

jl.Dagen
jalan dagen merupakan ruas jalan yang berujung pada jalan Malioboro. dimana jalan ini memiliki cabang-cabang gang kecil yang merupakan kawasan hotel, losmen, wisma, pedagang kaki lima berupa angkringan, berberapa panganan dan jajanan khas yogyakarta seperti bakmi Yogya, tongseng, angkringan dll. kawasan ini merupakan kawasan yang padat dengan ampetop bangunan yang tinggi di sisi kanan-dan kiri jalan, sepadan jalan tidak lagi begitu di perhatikan disisi jalan Dagen ini, perubahan akan citra dan tipologi terlihat jelas di kawasan jalan ini, dimana dilai originalitas bangunan hilang dengan tumbuhnya tuntutan gaya hidup pariwisata dengan kultur budaya western, tapi ada juga berberapa hunian maupun losmen yang masih berusaha menampilkan budaya Jawa.

Prawirotaman
Prawirotaman berasal dari kata perwira utama, daerah ini merupakan daerah untuk strata sosial menengah keatas dimana dulunya kawasan ini merupakan kawasan hunian bagi perwira dan tentara kesultanan Yogyakarta. seiring berjalanya waktu kawasan prawirotaman mengalamai perubahan karena pariwisata di yogyakarta, dimana berberapa hunian di wariskan secara turun temurun dan dijual, kawasan ini lebih tenang dan teratur dibandingkan di JL. Dagen dan Sosrowijayan, walaupun hampir seluruh hunian berubah fungsi menjadi kafe, losmen, wisma tamu, home stay, workshop batik, pada pukul 22.00 sudah sangat sepi, kami menginap di salah satu wisma di kawasan ini yaitu di Kampoeng Djawa Guest House.

Lifestyle Tradisional Betawi dan Pengembangan Permukiman yang Mengakomodasikan Pariwisata di Setu Babakan



Ahmad Nur Sheha G, Ghoustanjiwani A.P.

Jurusan Arsitektur , SAPPK, Institut Teknologi Bandung


ABSTRAK

Setu Babakan adalah salah satu kawasan permukiman etnis Betawi di Kota Jakarta Selatan yang dijadikan daerah konservasi budaya Betawi, konsekuensi dari pengembangan permukiman budaya Betawi di Setu Babakan menyebabkan semua bangunan yang ada terutama rumah tinggal harus menampilkan karakteristik atau ciri rumah berarsitektur khas Betawi. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana membawa karakteristik atau ciri rumah berarsitektur tradisional Betawi tersebut ke dalam rumah modern sehingga tidak menjadi sekedar tempelan atau hiasan semata. Beberapa rumah hunian di Setu Babakan Jakarta Selatan menunjukkan usaha untuk menampilkan secara visual ciri khas atau karakteristik arsitektur Betawi dalam bentuk elemen detail dan sebagian lainnya berusaha menampilkan dalam bentuk desain lain.

Dari observasi dan penelitian awal yang dilakukan dilokasi ditemukan beberapa rumah di Setu Babakan berusaha mengadopsi elemen-elemen yang menjadi ciri khas atau karakteristik rumah tradisional Betawi seperti lisplank dengan motif gigi balang, ukiran bunga matahari, desain pintu dan jendela. Selain melestarikan arsitektur tradisional Betawi tujuannya agar arsitektur tradisional Betawi menjadi salah satu daya tarik pariwisata di Setu Babakan. Tetapi hal ini berkesan tidak sesuai dengan desain rumah secara keseluruhan.

Perlu terobosan baru dalam mengaplikasikan nilai-nilai arsitektur Betawi baik secara non visual maupun visual yang bukan sekedar hanya menempelkan ornamen detail pada bangunan. Sehingga makna dan nilai-nilai filosofi arsitektur tradisional dapat tercermin dan menjadi sebuah gaya hidup tersendiri dalam upaya melestarikan arsitektur tradisional dari kepunahan serta menjadi daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki daerah lain.

Kata Kunci: situ babakan, arsitektur tradisional betawi, visual, elemen detail, gaya hidup, pariwisata.


INTRODUCTION

Setu Babakan adalah kawasan hunian di Kota Jakarta yang memiliki ciri khas budaya betawi. Seiring perubahan Sosial kemasyarakatan akibat terjadinya pertambahan penduduk dan perluasan hunian pada kawasan Setu Babakan mengakibatkan ciri khas rumah adat Betawi terancam punah.

Faktor sosial kemasyarakatan dan pertambahan penduduk yang dimaksud adalah seperti: tren/style, kurang praktis karena dimensi yang besar dan kebutuhan lahan yang luas, memerlukan perawatan yang ekstra dan lain sebagainya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian bangunan rumah tradisional ini adalah dengan mempelajari dan mendokumentasikannya agar generasi selanjutnya dapat menikmati hasil kebudayaan nenek moyang kita.

Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah guna melestarikan budaya Betawi umumnya dan arsitektur bangunan Betawi khususnya adalah dengan menetapkan kawasan Setu Babakan sebagai Perkampungan Betawi melalui SK Gubernur No. 92 Tahun 2000 tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsan Kotamadya Jakatrta Selatan dan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.3 tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan ditetapkan upaya pelestarian rumah tradisional Betawi dan budaya oleh pemerintah dalam bentuk Program Perkampungan Budaya Betawi. Mencakup diantaranya Kawasan Situ Babakan. Salah satu anadalan programnya adalah memperbaiki rumah warga yang tidak bercirikan Betawi menjadi rumah yang bercirikan Betawi dengan maksud dan tujuan dari program ini berusaha mensinergikan atau mentransformasikan elemen-elemen rumah tradisional Betawi kepada rumah-rumah yang ada saat ini.

Ciri khas arsitektur rumah tradisional Betawi menjadi salah satu icon pariwisata dikawasan Setu Babakan dan menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi penikmat romantisme suasana Betawi. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana membawa karakteristik atau ciri rumah berarsitektur tradisional Betawi tersebut ke dalam rumah modern sehingga tidak menjadi sekedar tempelan atau hiasan semata. Beberapa rumah hunian di Setu Babakan Jakarta Selatan menunjukkan usaha untuk menampilkan secara visual ciri khas atau karakteristik arsitektur Betawi dalam bentuk elemen detail dan sebagian lainnya berusaha menampilkan dalam bentuk desain lain.

Tipologi dan karakteristik hunian Setu Babakan.

Ada tiga tipe rumah tradisional betawi di situ babakan yaitu Joglo, Gudang, dan Bapang.Jenis dibedakan oleh atap dan lebarnya rumah (Syafwandi et Al, 1996).

a. Rumah Gudang

Rumah Gudang memiliki atap berbentuk pelana atau perisai. Struktur atap rumah gudang tersusun dari kerangka kuda-kuda, yaitu perisai ditambah satu elemen struktur atap, yaitu jure Struktur kuda-kuda yang terdapat pada rumah Gudang sudah mulai tercapatnya batang- tekan miring (dua buah) yang saling bertemu pada sebuah batang tank tegak yamg pada rumah Betawi lazim disebut wider. Sistem seperti ini tidak dikenal pada rumah-rumah tradisional lainnya di Indonesia. Sistem ini merupakan sistem atap yang digunakan oleh orang Belanda di dalam membangun rumah. Pada bagian depan rumah Gudang terdapat sepengaal atap miring yang disebut juga topi atau dak atau markis yang berfungsi menahan cahaya matahari atau tampias hujan pada ruang depan yang selalu terbuka itu. Dak ini ditopang oleh sekor-sekor, baik yang terbuat dari kayu atau besi.

b. Rumah Joglo

Rumah Joglo ini merupakan hasil pengaruh langsung dari arsitektur atau kebudayaan Jawa pada arsitektur rumah Betawi. Pada rumah Joglo Jawa, "integrasi" antara denah, tiang-tiang penopang struktur atap dan struktur atapnya sendiri, sedangkan pada rumah Joglo Betawi unsur ini tidak beaitu nyata. Selain itu pada rumah Joglo Jawa struktur bagian Joglo dari amp disusun oleh sistem struktur temu gelang atau payung, sedangkan pada rumah Joglo Betawi disusun oleh kuda-kuda. Sistem kada-kuda pada rumah Joglo Betawi yakni kuda-kuda "Timur yang tidak mengenal batang-batana diagonal seperti yang terdapat pada sistem kuda-kuda Barat yang diperkenalkan oleh Belanda.

c. Rumah Bapang atau Kebaya

Pada prinsipnya atap rumah Bapang adalah bentuk pelana. Tetapi berbeda dengan atap rumah Gudang, bentuk pelana rumah Bapang, tidak penuh. Kedua sisi luar dari atap rumah Bapang sebenarnya dibeniuk oleh terusan (sorondoy) dari atap pelana tadi yang terletak di bagian tengahnya. Dengan demikian, maka yang berstruktur kuda-kuda adalah bagian atap pelana yang berada di tengah ini. Dalam hal ini, sistem struktur atap yang dipakai adalah sistem kuda-kuda Timur.

Perubahan sosial kemasyarakatan terkait lifestyle Betawi dan pariwisata

Perubahan Sosial Kemasyarakatan Setu Babakan terjadi karena bertambahnya penduduk dan perluasan hunian pada kawasan Setu Babakan, tingginya kebutuhan Hunian hingga adanya pendatang baru pada kawasan Setu Babakan merupakan salah satu faktor penyebab dari perubahan sosial kemasyarakatan kawasan ini, lifestyle Betawi sedikit kehilangan keaslianya dengan banyaknya hunian-hunian baru yang terakomodasi oleh pariwisata, setelah di berlakukanya Pemprov DKI sebagai daerah wisata sesuai Perda No 2 tahun 2005, banyak hunian yang berubah baik dari tipologi bangunan, fungsi maupun ciri visual dari lifestyle Betawi.




Dari uraian penelitian diatas pada akhirnya arsitektur rumah tradisional Betawi akan mengalami trnasformasi desain dalam menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat yang ada. Akibatnya tidak mustahil bila mana yang tersisa nantinya adalah ornamen-ornamen atau detail-detail hiasan. Detail yang dimaksud meliputi: daun jendela, daun pintu, langkang dan gigi baling. Empat elemn ini yang pada akhirnya nanti bisa bertahan karena proses seleksi yang masih bias diterapkan dalam bangunan masa kini. Meski mengalami gubahan bentuk.



full paper akan di publikasikan pada buku Proceeding Seminar Nasional SCAN#2:2011 dan di presentasikan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta.